Tuesday, August 23, 2016

Jejak Batavieren di Batavia

Batavia adalah nama kuno yang kita kenal sekarang sebagai Jakarta. Kota pelabuhan dagang yang semula bernama Jayakarta setelah direbut oleh Fatahillah pada tahun 1526. Bahkan jauh sebelum itu, ini adalah pelabuhan kecil yang bernama Sunda Kelapa. Nama Batavia sendiri dibawa oleh VOC (Belanda) ketika mereka mulai datang dan menghancurkan Jayakarta serta mengubahnya menjadi basis administratif dan perdagangan VOC, saat itu daerah ini mengalami 2x pergantian nama dari Sunda Kalapa - Jayakarta - Batavia.

Namun sebenarnya dari mana kata Batavia berasal? Banyak rumor dan teori mengenai hal ini, tapi banyak yang mengatakan bahwa nama Batavia berasal dari suku Batavia/Batavieren di eropa. Batavieren merupakan suku jermanik yang merupakan asal muasal bangsa Jerman dan Belanda. Mau apapun artinya, kultur Batavia amat terasa di kota ini. Banyak sisa-sisa peradaban Batavia masih lestari meskipun dengan kondisi memprihatinkan di Jakarta. Sebagian pula sudah dipugar menjadi tempat wisata yaitu Museum Prasasti Jakarta.

Terletak di jatung kota Jakarta yaitu di Jalan Tanah Abang 1, Jakarta Pusat serta bertetangga dengan kantor Walikota Jakarta Pusat tak sulit bagi kita untuk mengaksesnya. Jika menggunakan Busway, ambil jurusan Harmoni dan bisa dilanjutkan dengan taksi. Museum ini buka setiap hari kecuali hari senin atau libur nasional. Dengan tiket masuk Rp 9,000 kita bisa menikmati sepuasnya. Satu hal yang menarik dari tempat ini adalah kita dibebaskan memfoto ataupun video tempat ini asalkan bukan untuk kepentingan komersil atau modelling.Saat itu saya datang pada sabtu siang sekitar pukul 11:00 dan tempat ini sangat sepi sekali. Tak ada pemandu yang mendampingi kita berkeliling menjelaskan apa saja yang ada disini. Sekilas memang tempat ini adalah pekuburan Belanda yang dijadikan sebagai Museum, namun ternyata disini juga ada beberapa prasasti serta karya-karya seni pematung dan pemahat dari eropa. Bentuk-bentuk makam serta arsitektur patung-patung yang ada memang membuat kita tampak seperti di eropa pada abad pertengahan. Sangat cocok untuk objek fotografi atau sekadar foto-foto karena cukup instagram-able. Tak ayal, banyak pasangan muda-mudi atau anak-anak usia sekolah yang datang ramai-ramai kemari hanya untuk sekadar foto-foto. Baguslah, museum mulai dihargai kaum muda.


Pepohonan yang ada disini juga cukup asri dan sejuk meski saya berada di bawah sengat mentari siang. Satu yang cukup menarik disini adalah sebuah batu cukup besar yang terdapat ukiran-ukiran seperti tulisan sansekerta dan cetakan telapak kaki bagian atasnya. Ternyata itu adalah prasasti Ciaruteun dengan telapak kaki Purnawarman, raja Tarumanegara. Sayangnya saya tidak dapat memastikan bahwa batu prasasti tersebut adalah asli atau replika. Kemudian ada makam aktivis zaman Orla (Orde lama) Soe Hok Gie.

Kondisi makam, patung serta prasasti di museum ini tampak bagus dan terawat, hanya sebagian kecil saja yang terlihat rusak itu pun karena dimakan umur. Dari sini saya melihat bahwa bangsa eropa ternyata memiliki daya seni yang sangat naturalis terutama seni pahat patung. Adalah hal yang cukup langka apabila bisa melihat ukiran-ukiran patung eropa di luar eropa. Sangat mendidik, masih banyak tempat-tempat wisata di sekitar Jakarta yang mungkin banyak orang abai.


Share:

0 comments:

Post a Comment

Kamera dan Ransel

Powered by Blogger.