Friday, January 13, 2017

Weekend Sejenak di Anak Krakatau


Sorotan matahari pagi itu tajam menusuk kulit, sementara angin samudera bertiup cukup dingin sukses membuat kulit saya bingung. Perahu yang saya tumpangi berukuran cukup besar, terbuat dari kayu jati (sotoy) dan mampu menampung 30an penumpang sekaligus dan di waktu lain bahkan mampu membawa motor. Oh iya, saya lupa memberi tahu jadi kali ini saya weekend sejenak bersama teman-teman di area cagar alam Krakatau. Jadi saat itu saya berangkat hati Jumat tanggal 6 Januari 2017 malam dari rumah saya. Sekitar pukul 20.00 malam saya sudah sampai di titik kumpul yaitu terimal bis Kalideres dan langsung bertolak ke pelabuhan penyebrangan Merak.

Hampir 3 jam perjalanan yang ditemani oleh gebrakan musik dangdut luar biasa (*__*) dan bis yg demen nongkrong, akhirnya kami sampai di pelabuhan Merak untuk menyebrang ke Bakaheuni. Tapi sebelumnya itu kami berkumpul dahulu dengan para peserta tur dan pemandu kami untuk briefing singkat hari esok, berhubung sudah pukul 12.30 malam dan baru akan sampai ke area cagar alam Krakatau. Perjalanan ferry kurang lebih 2 jam setengah sukses kami lalui dengan tidur yang minim, sampai di pelabuhan Bakaheuni kami berkumpul kembali kemudian melaju menggunakan angkot carteran menuju pelabuhan kecil lagi dimana kami akan menuju Krakatau.

Pelabuhan Canti namanya, sebuah pelabuhan kecil yang difungsikan oleh masyarakat setempat sebagai satu-satunya akses masyarakat/wisatawan ke Krakatau dan masyarakat Krakatau ke daratan utama. Kami dipersilahkan sarapan dahulu di tempat ini sebelum menyebrang/snorkeling. Banyak terdapat warung makanan dengan harga murah meriah disini (jika dibandingkan dengan Jakarta dan kota besar lainnya). Bahkan ada Indomaret juga untuk bersiap-siap membawa perbekalan jika diperlukan.
Pelabuhan Canti, penyebrangan menuju cagar alam Krakatau

Singkat cerita kami sudah berada di kapal dan bergerak menuju tempat snorkeling. Melihat lautan yang luas dan jernih membuat andrenalin kami terpacu, apalagi banyak pulau-pulau kecil dengan perairan jernih dan berpasir seputih salju. Banyak pula pulau-pulau perawan yang tak pernah tersentuh manusia. Saya pun jadi ingat sekitar 2 tahun lalu saat pergi ke Pahawang, kondisinya tak jauh berbeda. Keren. Di area cagar alam ini terdapat beberapa pulau besar maupun kecil seperti pulau Sebesi (tempat kami menginap), pulau Sebuku, Pulau Sebuku kecil, Pulau Umang-umang serta tiga pulau Serangkai Anak Krakatau. 
Pantau di Pulau Sebuku Kecil
Snorkling di Pulau Sebuku Besar

Area snorkeling disini ada sekitar 3 lokasi yang salah satunya ada di pulau Sebuku besar. Snorkeling disini cukup oke baik karang maupun ikannya tapi masih seperti standarnya tempat-tempat snorkeling lainnya not special. Sehabis basah-basahan tiba saatnya kami taruh barang-barang kami di penginapan. Penginapan kami terletak di pulau Sebesi sekitar 15 menit perjalanan dari pulau Sebuku besar dan (mungkin?) satu-satunya pulau yang berpenghuni di area ini. Ternyata tempat penginapan kami berbentuk cottage tanpa kamar dengan satu kamar mandi dalam yang muat sampai 12 orang. Sayangnya di pulau ini belum di aliri listrik pada pagi hari. Listrik dan juga air bersih baru mengalir pada malam hingga subuh hari. Untungnya kamar mandi area ini banyak jadi bisa cari tempat lain bila yang ada di kamar masih penuh.

Sorenya untuk menyambut sunset, kami berlayar kembali ke sebuah pulau yang hanya 5 menit naik kapal, Pulau Umang-umang namanya. Pulau kecil yang terletak di depan pulau Sebesi ini ukurannya amat kecil mungkin seukuran 5 rumah di Jakarta yang didempetkan.(Sotoy lagi) Saya menjulukinya "pos hansip"nya pulau Sebesi. Pulau ini kosong hanya berisi pohon-pohon dan deretan batu karang di pantainya. Airnya jernih dan pasirnya putih sekali, enak buat dipakai sekedar berenang/basah-basahan. Sunset di pulau ini cukup bagus namun telat sedikit saja langsung tertutup pulau Sebesi-__-

Esok paginya acara puncak yang saya tunggu-tunggu, hiking anak gunung Krakatau! Perjalanan cukup jauh sekitar 2 jam perjalanan laut dengan kapal dari pulau Sebesi. Sesampainya disana kami disambut dengan pasir hitam dan rerimbunan pohon di pantau pulau anak Krakatau. Bagi yang baru belajar hiking, pulau anak Krakatau adalah medan yang tepat, diselimuti pasir dengan tingkat kecuraman hampir 45 derajat membuat saya cukup ngos-ngsosan sampai diatas. Para pendaki hanya di bolehkan mendaki hingga batas vegetasi atau kurang lebih 300mdpl karena puncak anak Krakatau masih berbahaya terutama permukaan pasirnya rawan longsor seperti pasir hisap serta pernah memakan korban dan lagi gunung ini masih aktif.

Kami disambut pasir hitam pulau anak Krakatau




FYI, Krakatau ini dahulunya merupakan satu gunung, yaitu gunung Krakatau Purba. Ledakan pertama tahun 1680 yang mengubahnya menjadi 3 gunung. Tapi karena erupsi luar biasa pada tahun 1883 ketiga gunung tersebut hancur dan terpisah menjadi pulau yaitu Pulau Rakata, Pulau Panjang, Pulau Sertung dan belakangan muncul Pulau Anak Krakatau (40 tahun kemudian).

Pemandangan di atas (hampir) puncak anak Krakatau ga ada duanya! Priceless! Samudera biru tampak bersamaan dengan pulau Rakata dan Sertung. Bau belerang khas gunung berapi mulau menyeruak di hidung, kawah juga tampak ngebul yang membuat kami ingin cepat-cepat turun. Perjalanan akhirnya dilanjutkan dengan snorkling di dekat pulau Rakata, pecahan pulau Krakatau dahulu. Pulau tak berpenghuni ini tampak besar dan megah. Sisi-sisinya yang beruap bukit curam membuat pulau ini hampir tak ada pantainya. Di dalamnya pun tampak hutan rimbun seolah ada Dinosaurus yang menghuninya.
Jalur penanjakan

Pemandangan dari batas pendakian

Batas pendakian dengan penampakan pulau Rakata dibelakang
Suasana snorkling di Pulau Rakata, ampe bawa motor :D

Tapi snorkeling disini luar biasa, terumbu karang dan koralnya tampak rapat serta ikan-ikan yang aktif. Belum lagi ada palung dalam yang berwarna biru gelap entah apa yang ada di bawahnya. Bagi yang tidak berenang bisa foto-foto pemandangan pulau Rakata yang ciamik disini atau sekadar memfoto teman-temannya yang lagi snorkling. Tak terasa hari semakin sore pertanda kami harus kembali ke Jakarta. Badan rasanya cukup berat karena melakukan aktivitas banyak di waktu yang sempit, kami langsung terbayang menaiki bus "dangdut" lagi di perjalanan nanti. But, thanks Krakatau for your lil trip!
Share:

0 comments:

Post a Comment

Kamera dan Ransel

Powered by Blogger.