Wednesday, September 9, 2015

Cilung, Rolling Egg from Harapan Island



“Silahkan mas silahkan, ini makanan khas pulau Harapan.” tutur seorang penjual jajanan di dermaga pulau Harapan sore itu. Mata saya yang kelelahan sehabis seharian snorkeling dan berkeliling-liling pulau langsung tertuju pada sebuah gerobak yang berisi makanan unik dari kejauhan. Sekilas makanan ini tampak seperti telur gulung yang diikatkan kepada kayu lidi, namun ternyata ada sedikit perbedaannya. Ya, ini adalah Cilung. Cara membuatnya ternyata cukup mudah, hanya 2 butir telur burung puyuh yang kecil kemudian digoreng mata sapi, kemudian inilah yang berbeda telur mata sapi tadi kemudian dicampurkan adonan rumput laut hingga menyatu dengan telur tadi.


Setelah matang, kemudian dililitkan kepada sebatang lidi yang telah di persiapkan lalu di celupkan kepada 2 macam abon, yaitu pedas dan gurih. Selesai. Hanya dengan menyiapkan kocek 5000 IDR satu tusuk Cilung. Ketika saya mencoba ekspektasi saya adalah sebuah rasa telur dadar yang berbumbu, ternyata pikiran saya salah. Rasa gurih dan sedikit pedas (karena saya memesan abon pedas) yang bercampur dengan kenyalnya tekstur bagaikan pasta sukses membuat saya membeli lagi! Ternyata campuran adonan rumput laut inilah yang menjadi primadona. Sifatnya yang lengket dan kenyal inilah yang membuat Cilung bisa menempel pada kayu lidi. Rasa telur burung puyuh yang berbeda dengan telur ayam juga menambah kenikmatan.


Sedikit "atraksi" untuk menarik pembeli, lumayan untuk sightseeing


Saya pun sempat ngobrol panjang lebar dengan sang penjual. Dia mengaku bahwa keluarganya lah yang pertama kali “menciptakan” Cilung ini. Dengan bangga ia mengatakan bahwa nama Cilung berarti telur yang dicampur rumput laut yang merupakan bahasa masyarakat setempat. Ia juga mengaku bahwa “ketenaran” Cilung pun merambah ke pulau lain di Kepulauan Seribu ini. Bahkan Cilung KW pun mulai bertebaran, namun ia ikhlas tidak memprotes para peniru tersebut. Bila anda berkesempatan mengunjungi pulau Harapan di Kepulauan Seribu, segera cicipi makanan ini, lumayan untuk mengisi perut sehabis berenang dan snorkeling.





Share:

Sunday, September 6, 2015

People's sunset in Seribu Archipelago


Seperti layaknya sunset di gugusan pantai Indonesia, kepulauan Seribu ternyata juga menyimpan kesannya tersendiri. Mungkin bukanlah sehingar-bingar sunset di Kuta atau se-romantis sunset di Jimbaran. Sedikit memilki esensi yang berbeda, namun terlihat indah. Itulah yang saya tangkap ketika berkesempatan mengunjungi Pulau Harapan di kepulauan Seribu.

Disaat yang lain sedang kelelahan sehabis snorkling seharian, saya mencoba meraih kamera saya yang sedikit basah terkena cipratan air di atas kapal. Saat itu waktu masih menunjukan pukul 17.05 masih lama memang dari waktu sunset yang ideal, namun kecerahan langit yang berwarna keemasan menguatkan hati saya untuk mengambil beberapa gambarnya.



Inilah hal yang menjadi perhatian saya, ketika kapal kami sudah mendekati dermaga pulau Harapan, banyak aktivitas kapal yang lalu-lalang di sekitar kami. Ada yang selesai mengantar para wisatawan,  juga pulang melaut yang tak diduga menghasilkan kombinasi cantik. Ya, aktivitas warga dan sunset Begitu memasuki dermaga banyak warga dan wisatawan yang berlalu-lalang, tak ketinggalan pula para pedagang yang langsung menyerbu wisatawan yang baru pulang berlayar. Sisi humanis bercampur dunia kemerah-merahan ini yang amat menyentuh saya, memang tidaklah seperti di pantai lain namun inilah kesan yang ada. Yup, that's people sunset!




Share:

Thursday, September 3, 2015

Backpackeran ke Puncak?

Puncak, adalah dataran tinggi di kawasan selatan Jakarta tepatnya di kabupaten Bogor. Areal pegunungan dingin ini sudah menjadi wisata favorit warga ibu kota mungkin sekitar 15 tahun terakhir ini. 

Dampaknya? Ya, Setiap long weekend atau malah weekend biasa, jalanan utama puncak tak ubahnya jalan Sudirman - Thamrin ketika bubaran kantor. Saya sendiri sebenarnya sudah sangat bosan datang kesini, bagaimana tidak? Sudah dari orok mampir kesini terus.

Awalnya hanya iseng-iseng liburan sehabis UAS (mahasiswa nih..). Sebenarnya sih agak enggan, tapi demi solidaritas teman akhirnya memutuskan ikut juga wkwkw. Nah, ini yang mungkin agak lain, karena ketiadaan transportasi pribadi jadi kami memutuskan pergi naik kendaraan umum dari Jakarta ke Puncak sambil nenteng-nenteng tas! Yeah, backpacker hehehe… Singkat cerita kami sore hari berkumpul naik kereta di stasiun Karet sampai ujung stasiun Bogor malam harinya.

Di Bogor ini, kami memutuskan untuk mencari angkot yang kira-kira bisa membawa kami ke Puncak, tapi sebelumnya kami isi perut dulu. Sesudah kenyang, barulah kami mencari-cari angkot. Pertama kami naik angkot dari stasiun menuju pangkalan angkot di dekat daerah pecinan alias jalan Suryakencana. Sampai disana kami berdiskusi dan akhirnya memutuskan untuk carter angkot sampai Cipanas. 

Sedikit tips, jika ingin carter angkot usahakan ketika kondisi rombongan atau membawa banyak orang, karena pasti sang supir "mengetok" harga 40% (ngasal) lebih tinggi, meskipun bisa ditawar.

Diluar dugaan, sebelum sampai Cisarua angkot kami mogok, singkat cerita kami naik Bus Amarita yang biasa bolak-balik Puncak dan akhirnya kami sampai penginapan kami di Puncak pukul 10 malam. Lumayan, setidaknya kami terhindar dari macet2nya puncak dan jurus keramat; satu arah! Hahahaha. Bagi yang bosen ke Puncak naik mobil, cara ini boleh dicoba.

Esoknya kami semua memutuskan untuk coba jalan-jalan mendaki Gunung Gede meskipun kami bukan hiker :p. Kita sebelumnya tidak pernah kesini, ternyata kami harus carter angkot lagi karena cukup jauh ke pelosok. Setibanya disana ratusan anak tangga sudah menyambut kami, timbul rasa ragu akan track kali ini, apakah berat? Keraguan kami beralasan karena peralatan kami seadanya, cuma sandal jepit dan celana pendek :3.

Bayar tiket masuk 15rb dan sempet ngobrol-ngobrol sama petugas disitu, jadi rute mendaki Gunung Gede ada 3, yaitu pos 1 di air terjun, pos 2 di sungai pemandian air panas, dan puncak gunung Gede dan Pangrango. Tulisan di info center, waktu tempuh di air tejun sejam tapi menurut penjaga itu, bisa 2 jam-an begitu pula di pemandian air panas, resminya yang tertera 2 jam namun kenyataannya bisa 4 jam-an. Waooo gempor jugaa kalo nanjak sampai puncaknya…

Tips lagi: Jika ingin mendaki gunung Gede dan Pangrango, usahakan datang dari pagi-pagi sekali, kalau bisa subuh! Selain udaranya masih sangat-sangat sejuk, kita bisa spare waktu perjalanan sehingga masih banyak waktu di atas sana, kalau kesiangan kita sendiri yang rugi karena tidak ada penerangan sama sekali disini, pukul 5 sore saja usdah gelap sekali.

Akhirnya kami melewati 2 jam yang melelahkan itu, tetapi pemandangan hutan pegunungan yang sangat asri dan lebat ditambah sungai-sungai kecil di perjalanan terbayarkan rasa letih kami. Akhirnya kami sampai di air terjun Cibereum. Terdapat dua buah air terjun yang berdekatan pada satu tebing tinggi. 

Keren. Siang hari itu pengunjung lumayan banyak, didominasi pasangan muda-mudi dan rombongan anak-anak sekolahan setempat. Di tengah dinginnya udara yang kira-kira bersuhu 16 derajat dan cipratan "air es" dari air terjun yang membasahi muka, saya sesekali menyeruput energen panas, ahhhhhh...... kombinasi dingin dan panas ternyata sangat nikmaaattttt!

Setelah puas foto-foto (sayang saya jarang foto karena menghemat batere smartphone :”) dan minum-minum kopi, kami beranjak menuju air terjun satu lagi yang ada disebelahnya. Air terjun yang satu ini agak kecil dibandingkan yang pertama, tetapi bentuknya unik karena airnya sebenarnya “jatuh” di tengah-tengah tebing kemudian pecah kebawah.

     


Tidak lama foto-foto, ada serombongan orang yang tiba-tiba jalan dari arah semak-semak dan bilang sama kami bahwa ada air terjun SATU LAGi disini. Letaknya agak masuk kea rah pepohonan. Wah ada 3 air terjun nih, dan tersembunyi pula! Kami pun bergegas kesana melewati semak belukar dan sampai di sebuah sungai kecil yang airnya jernih sekali dan dingin bagai es! Ternyata kita harus menyusuri sungai kecil itu diantara pepohonan dan menemukan air terjun yang tersembunyi di antara bebatuan tebing.

PECAH BANGET! Sungai dangkal yang kita susuri menuju air terjun ini agak melebar dan banyak batang pohon dan bebatuannya, serasa berjalan di sungai Amazon di Brazil! Air terjunnya juga deres banget! Kami pun foto-foto di areal sungai itu. Andai kana da kesempatan lagi, saya berjanji untuk mengunjunginya kembali dan mencoba hiking sampai puncak gunung Gede * sokSekiann sampai jumpa di perjalanan selanjutnya
Share:

Kamera dan Ransel

Powered by Blogger.