Wednesday, January 20, 2016

Panen Rumput Laut di Nusa Lembongan


Ketika mengunjungi Pulau Nusa Lembongan di Bali, saya saat itu mengunjungi sebuah tempat “pertanian” rumput laut yang terkenal disana sebagai paket dari perjalanan yang saya ikuti. Di pulau yang luasnya kurang lebih 8 km2 ini tampaknya cukup bergantung dengan pariwisata dan salah satunya adalah pembudidayaan rumput laut ini.
Rumput laut yang dijemur

Desa Petani Rumput Laut

Seorang ibu tua yang sedang menjemur rumput laut

Dari tepi tebing yang mengarah ke pantai kami diperlihatkan sebuah pemandangan yang luar biasa yaitu tempat budidaya rumput laut di perairan sedang. Area yang cukup luas di tengah laut ini dapat memproduksi cukup banyak rumput laut.

Inilah "ladang" pertanian rumput lautnya

Setiap areanya ditandai dengan perahu-perahu yang tertambat oleh pemiliknya, sekilas terlihat seperti kumpulan perahu yang hendak melaut. Pemandangan yang priceless!!

Kumpulan perahu para petani rumput laut

Untuk bisa datang ke pulau ini bisa ditempuh dengan beberapa cara, yaitu dengan mereservasi speed boat dari pelabuhan seperti di Sanur dan Tanjung Benoa. Atau mengikuti cruise yang juga menawarkan paket wisata keliling Nusa Lembongan.

Di sekitar desa Lembongan kita akan mendapati suasana desa nelayan yang relative sepi dan berbeda denga Bali daratan. Ada beberapa cottage dan bungalow serta resort bagi yang tertarik menginap disini.

Tips: Ada banyak kapal dengan akeses yang berbeda-beda. Jika ingin murah bisa menggunakan public boat yang harganya bervariasi mulai dari IDR 100,000 sampai IDR 400,000.

Paket menggunakan cruise bermacam-macam mulai dari cukup terkenal seperti Bali Hai Cruise, Bali Bounty Cruise, Ocean Star Express, Rocky Fast Cruises dll. Semuanya rata-rata menawarkan paket perjalanan dengan water activity dan games di laut seperti diving, snorkeling, dan banana boat.

Cottage dan bungalow di Lembongan harganya tidak jauh berbeda dengan di Bali daratan (IDR 100,000 – IDR 1,000,000) dan cukup sepi suasanannya. Penerangan pun juga sepertinya sedikit, jika ingin mencari suasana alami pedesaan Bali, menginap disini adalah salah satu alternatif

More pictures :

Areal pertanian rumput laut

Pantai di desa Lembongan




Share:

Saturday, January 9, 2016

Bersantai Sejenak Di Museum Angkut+




Kota Batu kini makin mempercantik dirinya dengan destinasi-destinasi wisata yang terus berkembang. Setelah sukses dengan Batu Night Festival dan Secret Zoo beserta Hotel Pohonnya, kini pemkot Batu kembali membangun sebuah tempat wisata keluarga yang bertajuk Museum Angkut

Dengan konsep memamerkan koleksi-koleksi mobil-mobil dan kendaraan lawas yang jumlahnya ratusan, serta menyuguhkan ruang-ruang pamer yang apik dan cukup terlihat riil seperti Beverly Hills Street, Pelabuhan Sunda Kelapa, Paris, London, dll. Kini warga Malang dan sekitarnya sudah memiliki berbagai macam pilihan destinasi libur akhir pekan yang banyak dan berkelas nasional.

Motor jadul nan unik di jejerkan dengan rapi dan teratur

Disini benar- benar tempat yang sangat cocok untuk anda ber-selfie atau wefie-ria bersama keluarga dan teman-teman. Hampir seluruh pengunjung disini sudah menyiapkan senjata mereka yaitu Tongsis! Bahkan beberapa tempat sampai penuh “sesak” karena para narsiser ini.

Dengan biaya tiket sekitar Rp 60.000,- weekdays (Senin sampai Kamis) atau weekend (Jumat Sabtu Minggu) / tanggal merah Rp 80.000,- rasanya cukuplah untuk bisa berlibur sejenak bersama keluarga ke sini. Selain itu Museum Angkut juga dilengkapi  D’Topeng Kingdom yaitu sebuah wahana pameran koleksi-koleksi nusantara berupa topeng dan pernak-pernik tradisional lainnya.

Konon ini adalah mobil kepresidenan Ir, Soekarno, presiden pertama RI

Serta memiliki food court yang berkonsepkan pasar apung (floating market) yang menyajikan berbagai macam makanan lokal khas Jawa Timur serta makanan mancanegara. Akses menuju tempat ini juga tidak terlalu sulit karena dekat sekali dengan pusat kota Batu. Bagi kalian yang membawa kendaraan mobil tidak usah khawatir karena Museum Angkut memiliki lahan parker yang cukup luas dan besar.

Tips :
Lebih baik datang lebih awal saat Museum baru mulai buka. Karena akan ada antrian panjang sekali (apalagi weekend) saat membeli tiket. Pengalaman saya bahkan ada orang yang “nitip” tiket ketika sedang di depan loket. Jika bertemu orang demikian sebaiknya cuekin saja.

Kondisi antrian yang panjang jika kita telat datang di hari weekend/tanggal merah. Di ambil pada tanggal 1 Januari 2016
Bagi anda yang fotografer atau sekedar foto-foto menggunakan kamera (DSLR, Polaroid, Digital) harus membeli TIKET KAMERA seharga 30 ribu rupiah. Saya belum tahu apakah mirrorless termasuk di dalamnya tapi untuk jaga-jaga sebaiknya beli saja karena akan diperiksa barang bawaan kita di pintu masuk. Lebih baik lagi jika anda memiliki smartphone dengan fitur kamera yang sudah canggih karena akan lebih leluasa dengan gratis hehehe…

Makanan di food court pasar apung cukup beragam namun agak mahal kecuali anda menyiapkan budget lebih.

Di sekitar area Museum Angkut berjejeran villa dan guest house yang cukup bagus. Namun sepertinya agak pricey karena dekat dengan kompleks wisata (saya belum mengecek)

 Untuk info lebih lanjut silakan cek di www.museumangkut.com

Another pics of Museum Angkut+

Suzuki CV -1 50cc beroda 3, mobil terkecil di dunia?
Another strange vehicle
Mirip mobil-mobil mafia New York di film Last Man Standing-nya Bruce Willis :D
Penemuan sepeda pertama, gimana goesnya yah?

Miniatur Stasiun Kota Jakarta tempo doeloe, bikin pangling!

Keren banget ini, serius! :D
Ban traktor pertambangan, coba perhatikan perbandingannya.

Share:

Wednesday, January 6, 2016

Banyu Anjlok, Pesona Air Terjun di Pinggir laut

Belum banyak orang-orang yang tahu bahwa jejeran pantai di selatan pulau Jawa ternyata menyimpan eksotisme yang luar biasa. Menghadap langsung ke samudera Hindia membuat gulungan-gulungan ombaknya berlipat-lipat, airnya juga cenderung dingin. Konturnya pun luar biasa, mayoritas pantai - pantai di selatan Jawa ternyata memiliki kontur - kontur batu karang yang besar di pinggir pantainya, juga permukaan pasir yang memanjang.

Di Jawa Timur contohnya, ternyata banyak pantai-pantai keren yang masih sepi pengungjungnya seperti pantai Sendang Biru, pantai Goa Cina, dan pantai Banyu Anjlok. Baru lalu saya berlibur ke Malang. Awalnya tidak ada rencana untuk jalan-jalan jauh di sana karena habis full jalan-jalan di Bali sebelumnya.

Tetapi ternyata saya mendapat info sekaligus diajak jalan ke pantai Banyu Anjlok di malang selatan. Tiba-tiba terlintas ingatan di benak bahwa baru tahun lalu saya mencicipi pantai di selatan Malang juga bernama Pantai Goa Cina.

"Wah pantai apa lagi nih ya? Rasanya banyak banget pantai di selatan." Informasi yang di dapat adalah pantai ini memiliki air terjun air tawar yang langsung turun ke laut. Wuihh! Kayaknya seru nih! Saat itu juga kami langsung berangkat.

Sayang, karena satu dan lain hal kami cukup terlambat berangkatnya. kira-kira jam 1 siang kami baru jalan dari kota Malang. Pengalaman perjalanan ke pantai Goa Cina lalu, cukup membuat saya khawatir karena perjalanannya cukup lama bisa 3jam-an di jalan. Itu pun kalau tidak macet. Dan akhirnya apa yang saya takutnya terjadi. Ternyata kami "sedikit" nyasar dan harus menempuh medan jalan yang sempit dan cukup jelek! Perjalanan yang harusnya 2,5 jam - 3 jam menjadi 4 jam....

Tips: Jika anda berangkat dari kota Malang dan sekitarnya, sesampainya di kecamatan Dampit dan mengarah ke Pantai Banyu Anjlok sebaiknya ambil jalur lurus bukan kanan karena itu adalah jalur lama yang medannya jelek. Kemudian tidak disarankan memakai GPS karena malah membawa kita ke jalur lama itu yang malah bikin tambah lama. Lebih baik tanya-tanya sama warga sekitar karena mereka rata-rata tahu kok jalan ke Banyu Anjlok

Sialnya kami baru sampai pukul lima sore, alamat-alamat cuma dapet sunset nih. Tetapi ternyata pemandangannya priceless banget!

Sunset di Pantai Air Terjun Banyu Anjlok
Begitu kami celingak-celinguk disana... Kok ga ada air terjunnya? Ternyata setelah bertanya-tanya dengan warga sekitar, air terjunnya ada di bagian seperti teluk (terdapat di gambar atas) yang jaraknya cukup jauh dari pantai. Walahh, musti jalan lagi nih.

Para pengunjung sore itu

Nelayan yang baru pulang melaut (tapi kok sore2?)

Menikmati hangatnya sunset
Di balik perahu nelayan

Cara pergi ke lokasi Banyu Anjlok bisa di tempuh dengan 3 cara yaitu:

1. Sewa perahu, dengan harga 50rb per orang kita bisa di antar ke 3 spot langsung seperti di Banyu Anjlok juga beberapa lokasi diving dan snorkling.

2. Naik motor, biayanya juga 50rb jaraknya cukup jauh kira2 25 menit dari pantai. Sekilas agak "rugi" karena harganya sama dengan naik perahu. Namun kenyataannya tidak lah demikian, sebab pemandangan selama perjalanan naik motor itu benar-benar priceless!!

3. Jalan kaki. Ini solusi paling praktis dan murah karena ga bayar. Tapi ya siap-siap fisik yang kuat ya karena naik motor aja rasanya udah jauh banget apalagi jalan kaki. Kebanyakan para backpacker yang mau camping disini yang pada jalan kaki.

Karena datang sudah kesorean, kami memutuskan naik motor saja. Yang penting bisa melihat seperti apasih air terjun itu. Awalnya agak ragu karena kata para tukang ojek dan penduduk sekitar medannya cukup berat, tapi para tukang ojek mengaku sudah "ahli". Okelahh langsung tancap!

Selama di perjalanan, kami merasa seperti sedang balapan motocross! Gila medannya parah banget, jalan setapaknya cuma bisa di lalui satu motor saja. Jadi kalau ada yang melintas dari arah lain ya mengalah. Sekeliling jurang curam dan kawasan kebun Cengkeh. Tapi pemandangannya jangan ditanya, rasanya pengin berhenti terus motret. Begitu pula yang diceritakan oleh tukang ojek yang saya tumpangi ini. Banyak pengunjung yang minta foto saat naik motor.

Akhirnya setelah beberapa saat kami sampai juga di air terjun Banyu Anjlok. Setelah menuruni tebing-tebing yang curam ala tracker kami sampai juga. Hmm... bagaimana ya, sebuah air terjun ber air tawar yang jatuh ke pantai yang berair asin itu..... kerennya bukan main! Bingung mau nulis apa, liat fotonya saja deh!

Air Terjun dari atas, bisa dibayangkan air tawar yang terjun langsung ke laut. Di gambar terlihat juga deretan perahu-perahu nelayan.
When freshwater meets salt water!
Sayang banget kami sampai ke sana kondisi sudah hampir gelap gulita. Sang ojek bilang biasanya para pengunjung main2 di laut kemudian bilasnya di air terjun atau di kolam air tawar diatasnya. Kolam air tawar yang sebagai penghasil air terjun ini cukup besar, bening dan dalam yahh mirip kolam renang lahh. Saat itu banyak juga backpacker yang bikin kemah disana.

Kami langsung saja melepas sendal dan langsung main disana, sedikit penasaran saya mencicipi air yang mengalir di atas pasir. Ternyata memang terasa tawar, waw! Dan air itu kini akan bertemu dengan air asin di laut.

Tips: Kalau kalian mau nginep disini, optionnya ada dua pertama bisa nginep di rumah warga sekitar di pantai pertama saat masuk. Warga disini menyewakan beberapa rumah sebagai guest house dengan kisaran harga 100rb per malam. Cukup murah jika kita datang rombongan. Di sekitar juga banyak warung-warung yang menjual makanan yang harganya jauh dari perkotaan. Atau jika ingin merasakan suasana petualangan tiada tara bisa camping dengan tenda di dekat air terjun atau di pantai pertama dekat pemukiman penduduk. Warga disini juga menyewakan tenda seharga 70rb. 

Hanya saja jika kalian "nenda" di dekat air terjun harus siap-siap bawa perbekalan dan persiapan yang cukup karena jaraknya jauh sekali dari pemukiman penduduk. Dan jika kalian mau pulang naik ojek ke desa ada baiknya bikin perjanjian dahulu dengan tukang ojeknya atau tukeran nomor telpon. Kalian bisa mandi "gratis" di bawah air terjun air tawar ini yang konon cara ini dilakukan juga oleh penduduk desa dari dahulu.

Setelah amat petang kamipun memutuskan untuk pulang. Keinginan untuk nginep disini semakin besar, rasa penyesalan karena datang "terlambat" dan keinginan untuk meng-explore lebih berkumpul menjadi satu, sayangnya kami harus mengalah dengan keadaan sambil berjanji kami akan kembali lagi kesini ramai-ramai untuk nginep! Good bye Banyu Anjlok!
Share:

Kamera dan Ransel

Powered by Blogger.